Prosa Rindu Yang Membelenggu

Rindu Yang Membelenggu
Lalu aku mulai menyalahkan keadaan. Kenapa harus ditempatkan di sana, kenapa harus ada pertemuan denganmu, lalu kenapa-kenapa lain yang terus menjejali pikiranku. Alasnnya karena aku takut, takut mengenalmu lebih jauh dengan semua keraguanku akan dirimu atau diriku lebih tepatnya.
Kau mungkin menganggapnya perkenalan biasa, namun aku tak bisa pungkiri sekali saja bertemu denganmu kala itu sudah mampu hadirkan rindu dalam diriku. Rindu yang aku harap hanya buah dari kenyamanan sementara, namun sayangnya sampai beberapa hari aku masih mengingat betul malam itu dan tentu saja merindukan kehadiranmu di tempat itu.
Aku semakin takut, takut tak bisa mengenyahkanmu dari ingatanku sedang engkau hilang begitu saja setelah meninggalkan begitu dalam makna dalam jiwa.
Kau, kau dan kau! Itu saja yang kini menjadi topik perundingan logika dan hati. Logika yang mencoba menghilangkanmu namun hati yang enggan mengikuti.
Aku jadi takut akan malam, takut menemukan rindu ini hanya menjadi sebuah benalu yang terus membelenggu.
Kemudian aku menyalahkan diriku, dengan insting perempuanku yang selalu mendahulukan perasaan, bukan logika. Kenapa harus terjebak dalam rasa untuk kesekian kali dan pada rasa yang sama.
Tidak bisakah memenangkan logika sekali saja? Percuma! Percuma saja mengharapkan logika mengalahkan rindu. Sama halnya ketika kau meminta mentari hadir kala malam dihiasi gemintang.
Setiap malam kucoba membunuh rindu itu, berhenti berharap akan ada kau di tempat di mana kita dipertemukan untuk pertama kali.

Tapi berapakali pun kumencoba, hasilnya tetap sama. Selalu ada kau yang tak mau lenyap di kedalaman hati. Hati yang tetap merindumu, merindu senyummu.

Komentar