Puisi Baktiku Yang Tiada Satu



Baktiku Yang Tiada Satu
            Di keheningan malam yang terbalut sepi, ketika raga yang letih memanjakan diri di kasur-kasur empuk, maka sosokmu masih setia menimangku yang kala itu bahkan belum genap dua bulan.
Kantung mata yang jelas-jelas tergambar di bawah bening senjamu itu, yang menandakan jatah istirahat yang kau lewatkan, tak membuatku menaruh iba untuk sekedar berhenti menangis di pertengahan malam.
Lalu, ketika aku beranjak kanak-kanak, kasihmu tak terputus begitu saja. Semua hal kau pikirkan dua kali, karenaku. Bahkan ketika memikirkan makan siangku yang terlewatkan ketika asyik dengan duniaku sendiri, maka kau menunggu kepulanganku sembari menahan lapar, semua karenaku.
Malam-malam yang kulewati bersama demam tinggi yang tak kunjung berhenti, kau dengan setia masih di sana, merawatku. Kala itu aku cukup mengerti untuk bisa melihat cairan bening yang kapanpun bisa lolos dari bening senjamu. Bibirmu basah dengan do’a, masih untukku.
Tidakkah kau sadar, dirimu pun kurang tidur dan kadang turut menahan lapar bersamaku?
Hingga kini dewasaku, kadang bahasa rindumu jarang bisa kumaknai dengan benar. Wajah basahmu ketika mengantarku menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ada sudut sepi yang tak teraba olehku. Dan masih saja kasih itu tak luntur begitu saja dari dirimu.
Kemudian bagaimana denganku? Bagaimana dengan baktiku, Ibu?
Masa kecil yang kuingat hanya menambah beban di pundakmu karena masalah-masalah yang selalu kutimbulkan.
Lalu bagaimana dengan malu yang harus kau pikul karena ketidakmampuanku memberi harum pada nama baikmu.
Baktiku tiada satu dari kasihmu, Ibu.
Baktiku tiada satu sari tulusmu.
Baktiku bahkan tiada satu dari peluh yang mengalir dari pelipismu ketika bertaruh nyawa hanya demi membawaku terlahir ke dunia.
Sungguh, baktiku tiada satu dari air susu yang menjadi tulang serta daging yang membuatku tumbuh kini.
Sekali lagi. Baktiku tiada satu dari air mata yang tumpah ruah ketika kau bersimpuh disepertiga malam untuk mendo’akanku.
Walau begitu, Ibu!
Izinkan akutetap menjadi anakmu. Dan dengan sedikit bakti yang terus coba kuukir, kupanjatkan pada Sang Maha Segala untuk mengganti setiap kasihmu degan kemuliaan di sisi-Nya.
I LOVE U SO MUCH, MOM.
Tak pernah terucap dari bibir ini, namun sungguh cinta yang tak seberapa ini selalu menjadi kekuatanku.

Komentar