Prosa Aku, Kau dan Malam Itu

Aku, Kamu dan Malam Itu
            Aku rindu malam itu, malam-malam yang untuk pertama kalinya terasa menyenangkan untuk kulalui selain dihabiskan dengan setumpuk tugas kuliah. Kamu! Satu alasan yang membuat malam-malam itu menjadi terasa sangat spesial.
            Aku masih sangat ingat, pertemuan yang terjadi malam itu. Ada kau, aku dan serentetan obrolan hangat yang kita lalui sampai larut malam. Iya, aku tak menyangkal tak hanya ada kita di sana kala itu, namun kau tau, aku merasa mereka hanyalah pemeran pendukung dalam drama indah yang kita mainkan malam itu. Drama yang di dalamnya ada kau dan aku sebagai pemeran utamanya.
            Kau mungkin tak tau kalau malam itu, aku menemukan alasan baru yang membuatku harus ada di tempat itu. Alasan yang sama, yang mengharuskanku untuk membawa nampan berisi kopi salah alamat itu.
            Alasan yang membuatku harus tetap di tempat itu untuk kemudian entah karena apa begitu lebur dalam obrolan hangat denganmu.
            Alasan yang membuatku harus menyimpan senyum indahmu dalam memoriku.
            Alasan yang mengharuskan ratusan saraf di wajahku untuk bekerja ekstra membentuk garis lengkung melawan gravitasi berkali-kali.
            Lagi, alasan yang jujur, malam itu sukses membuatku tak bisa memejamkan mata dalam waktu yang lama hanya karena siluet dirimu dengan semua kenangan—yang berlangsung sebentar  namun berkesan—itu terus terbingkai jelas dihadapanku, berputar terus seperti sebuah film yang ditayang ulang dan enggan untuk berhenti.
            Tak bisa kupungkiri bahwa aku menikmati malam itu, malam yang sebenarnya logikaku tak menginginkannya namun hatiku begitu nyaman di dekatmu, walau bertemu denganmu malam itu adalah untuk pertama kalinya bagiku.
            Iya, satu malam yang begitu ajaib!
            Satu malam yang memberi efek luar biasa bagi hatiku, entah denganmu aku tidak tau.
            Sekali lagi, aku merindukan malam itu. Ketika kita hanya bercengkrama menurut apa yang kita rasakan malam itu saja tanpa mengenal pribadi masing-masing lebih jauh.
            Mungkin kau sama denganku, bertanya-tanya, kenapa semuanya terasa berbeda setelah malam itu. Penilaianmu tentang diriku pasti jauh dari espektasimu di awal kita bertemu. Dan aku sudah prediksi itu.
            Lucu memang. Karena kadang sesuatu hal memang lebih baik berjalan menurut apa yang dinilai hati, bukan dinilai mata atau perkataan orang lain.
            Ah, tak seharusnya aku mengeluhkan hal itu di sini. Bukankah cerita ini seharusnya hanya berkisah tentang malam itu. Malam dimana aku dan kau dipertemukan oleh alasan-alasan. Alasan yang sampai kini masih tak bisa kumengerti.
            Kau bisa sebut alasan itu dengan apa saja yang kau ingikan, namun satu hal yang pasti. Aku berterimakasih pada alasan-alasan itu, yang telah mempertemukanku dengan sosokmu.
            Walau aku sadar, awalnya aku masih menaruh pertanyaan dalam benakku, semisal, kenapa harus di sana, kenapa harus kau, kenapa harus aku serta kenapa harus kita yang dipertemukan oleh alasan itu.
            Tapi aku bisa apa jika alasan itu memang mengharuskan kita untuk dipertemukan malam itu, dengan aku, kau, segelas kopi, kacang dan tentu saja seberkas senyummu yang kufavoritkan di malam yang aku lupa malam apa itu.

            Tidakkah kau merindukan malam itu?

Komentar