cerpen


‘Would you be my girlfriend?’
Kriiiiing!!
Bel berbunyi tanda keluar main. Disaat teman-teman yang lain pergi ke kantin aku malah memilih duduk di depan kelas memperhatikan suatu objek, bukan! Lebih tepatnya seseorang yang ku kagumi. Dia yang di seberang sana sedang berbincang dengan teman-temannya, sesekali ia tertawa karena ulah kawan-kawan sekelasnya. Seperti biasa aku di sini hanya bisa melihatnya dari kejauhan, mengagumi setiap tingkahnya, candanya, tawanya. Terkadang aku senyum-senyum sendiri melihat kejahilannya terhadap teman-temannya.
“Hei Kristal!,” sapa Yuna teman sekelasku, sambil mengambil posisi duduk di dekatku, “mau ke kantin bareng?,” tanyanya.
“Nggak usah deh Yun, tau sendiri kan aku ada urusan lain,” jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari objek yang sedari tadi ku perhatikan.
“Terserah kamu deh, gak mau titip sesuatu?,” tanyanya lagi dan terpaksa membuatku mengalihkan perhatianku padanya.
“Gak usah!” tegasku, “Sudah ke kantin sana!” kataku sambil mendorongnya pergi.
“Iya iya, aku pergi ya. dah,,,” timpalnya lalu beranjak dari hadapanku. Aku kembali pada kegiatanku tadi.
@ lapangan basket
Hari ini ada kompetisi basket antar sekolah, yang ku tahu dia adalah kapten tim basket dan juga kapten tim putsal sekolah ini. Kulihat peluh membasahi sekujur tubuhnya, aku tau sekali tiap kali ada kompetisi, apapun itu ia akan berjuang sekuat tenaga untuk memenangkannya. Dia selalu haus akan kemenangan dan aku sangat suka melihat wajah serius dan semangatnya yang menggebu-gebu di arena pertandingan.
Priit…
Peluit dibunyikan tanda pertandingan telah selesai dengan kemenangan yang lagi-lagi ia raih. Dia tampak sangat bahagia karenanya, tak ayal aku pun menyunggingkan senyum bahagia atas kemenangannya.
‘Selamat ya, aku tau kau pasti berhasil’, aku hanya bisa menulis kata-kata ini pada secarik kertas setiap kali ingin bicara atau mengungkapkan sesuatu padanya. Lalu seperti biasa kuletakan kertas itu pada kotak kayu coklat yang ku taruh di bawah pohon leci di belakang sekolah. Tempat ini merupakan tempatku mencurahkan isi hatiku sejak saat aku melihatnya mencampakkan barang pemberianku, tepatnya minggu lalu.
Hari itu adalah hari ketujuh aku memberikan sesuatu di lokernya. Hari itu dia beserta tim putsalnya mengalami kekalahan, aku memberinya air mineral serta note yang berisi kata penyemangat. Dan aku pun berniat untuk mengintipnya. Aku ingin tau apa responnya terhadap pemberianku.
Betapa terkejutnya aku mengetahui bahwa dia membuang air mineralku ke tempat sampah. Karena sedih, aku pun berlari sekencang-kencangnya tanpa tau ke mana tujuanku sampai akhirnya aku berhenti di pohon leci yang terletak di belakang sekolah.
______
Triing!!
“Kris, aku ke kantin duluan ya, kamu mau nitip sesuatu gak?,” Tanya Yuna.
“Makasih Yun, aku udah sarapan kok di rumah. Aku juga mau ke suatu tempat sebentar. Kamu ke kantin aja gih,” jawabku.
“Ya udah deh,” katanya dan beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke kantin.
Hari ini aku ingin ke belakang sekolah tepatnya di semak-semak belukar yang terdapat pohon leci besar, dan tidak pernah di kunjungi satu orang siswa pun. Aku berniat membaca note-note yang telah ku tulis untuk Ren, cowok yang selama ini ku kagumi.
“Tunggu, dimana kotaknya? Tidak mungkin ada yang mengambilnya,” kataku cemas, “apa aku salah tempat menaruhnya?,” aku terus mencari kotak itu di sekitar pohon.
“Apa kau mencari ini?,” tanya seseorang dari arah belakang, langsung ku tolehkan kepalaku ke arah sumber suara.
“R, Ren?!,” kataku tak percaya pada sosok yang sekarang berada tepat dihadapanku dengan memegang kotak berwarna coklat punyaku.
“Jadi, selama ini yang mengirimiku note beserta barang-barang itu adalah kamu?,” tanyanya dengan nada tidak suka, mungkin.
“Maaf jika semua itu membuatmu terganggu,” sesalku. Aku hanya tertunduk tanpa menatap ke arahnya.
“Lalu, kenapa kau tidak mengiriminya langsung dan malah menaruhnya disini?,” tanyanya datar.
“Bukankah kamu yang membuang pemberianku? Dan sekarang kamu malah memarahiku?,” bentakku. Sadar bahwa emosiku tadi meluap, aku pun meminta maaf padanya.“Maaf, semua ini memang salahku. Aku tidak akan mengganggumu lagi dengan note-noteku yang tak berguna,” kataku lalu merebut kotak itu dari tangannya dan pergi sembari meneteskan air mata.
Setelah beberapa langkah berjalan ia menghadang langkahku, dan membuatku menatap ke arahnya. Hal yang tak ku duga-duga, ia tersenyum sangat ramah kepadaku. Aku terpaku melihat senyumnya. Tampan!
“Aku kan tidak berkata aku terganggu, aku hanya bertanya kenapa kamu tidak pernah mengirimiku sesuatu di lokerku lagi. Aku selalu menunggunya setiap hari tau,” katanya menyentil hidungku sambil tertawa kecil.
“Oh iya, soal air mineral itu aku tidak sengaja membuangnya. Saat itu temanku mengambilnya secara paksa dari tanganku, aku tidak mau barang pemberianmu dicicipi oleh orang lain. Jadi, aku terpaksa membuangnya, maaf ya. dan maaf aku telah lancang membaca notemu tanpa minta izin terlebih dahulu. Aku penasaran aja lihat kamu selalu duduk sendiri di sini setiap keluar main. Kamu tidak marah kan?”, tuturnya panjang lebar. Aku lalu menggelengkan kepalaku dengan cepat.
Ya tuhan, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi atas kejadian ini. Ini seperti mimpi, jika memang mimpi aku minta jangan bangunkan aku dari mimpi ini.
“Ini!,” katanya menyodorkan sapu tangan, “hapus air matamu, jelek tau!. Dari dulu sampai sekarang masih tetep cengeng ya?”
“Dulu?” tanyaku heran.
“Iya, waktu MOS”
Apa? Ternyata dia masih mengingatnya.
Flashback~~
“Setiap orang harus punya pasangan masing-masing, barang siapa yang tidak punya pasangan akan di hukum!,” kata salah seorang senior. Aku gusar mencari pasangan kesana kemari, aku tidak kenal satu orang pun di SMA ini. Aduh, mati aku! Tinggal aku seorang yang tidak punya pasangan.
“Hei kamu!,” seru senior.
”Ya senior,” jawabku takut-takut.
“Mana pasanganmu?,” tanyanya, aku hanya menggelengkan kepalaku pasrah.
“Kalau begitu, maju kamu!,” perintah senior lagi. Aku pun maju ke depan dengan gontai.
“Asyiknya kita suruh ngapain nih? Kita suruh nyanyi aja ya?,” katanya.
“Nyanyi! nyanyi! nyanyi!” sorak siswa yang lain ke arahku. Aku yang notabenenya anak cengeng seketika itu langsung meneteskan air mata karena malu.
“Uuuu, cengeng.” mereka kembali meneriakiku serta melempariku dengan tomat yang menjadi salah satu aksesoris MOS.
“Hentikan! Apa kalian tidak punya perasaan, hah?” maki seorang siswa sembari berjalan ke arahku lalu menarik lenganku menuju suatu tempat.
Ternyata dia membwaku ke kamar mandi, dia lalu menyuruhku membersihkan bajuku yang terkena tomat tadi.
“Sebaiknya kamu pulang saja, hari ini hari terakhir MOS. Soal mereka biar aku yang urus,” katanya setelah mengantarku sampai gerbang sekolah.
“Apa tidak apa-apa?,” tanyaku.
“Tidak apa, kamu pulang saja.” dia lalu beranjak pergi dari hadapanku.
“Tunggu!” teriakku, “terimakasih ya?,” ungkapku dan ia hanya melambaikan tangannya sembari terus berjalan tanpa menoleh ke arah belakang. Aku mengambil sapu tangan yang ia berikan tadi padaku di kamar mandi.
REN
Tertulis namanya yang indah seperti yang punya.
Flashback off~~
“Jadi, kau masih mengingatnya?,” tanyaku ragu.
“Mana mungkin aku bisa lupa, kau yang membuat acara MOS jadi gaduh dan, jadi terasa lebih berkesan untukku,” jawabnya dengan penekanan di akhir kalimatnya. Aku hanya tertunduk malu merasakan jantungku yang berdetak tak beraturan.
“Kristal,” katanya menggenggam tanganku sembari menatap mataku dalam-dalam.
“Would you be my girlfriend?”
~FINISH~

Komentar